Alamat :
JL. Pastoran Katolik, Lokea, Larantuka, Kabupaten Flores Timur.
Telepon :
(0383) 21180
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
Gereja Katedral Reinha Rosari merupakan salah satu dari beberapa gereja Katolik di Larantuka. Gereja ini merupakan pusat dari perayaan prosesi Jumat Agung yang diselenggarakan setiap tahun menjelang hari raya Paskah. Setelah di renovasi, Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka tampak sangat megah dengan arsitektur bangunan yang menyerupai gereja-gereja di Eropa.
SEJARAH SINGKAT
Pertengahan 1860 Uskup Vikariat
Apostolik Batavia Mgr. P.M Vrancken, Pr (1847-1874), mengirim Rm. Joann Pierre
Nicholas Sanders, Pr ke wilayah Solor dan Timur. Beliau tiba di Larantuka
tanggal 4 Agustus 1860. Oleh karena wilayah kepulauan Sunda Kecil (Nusa
Tenggara) telah berada dalam kekuasaan Belanda, maka dipandang perlu mendirikan
satu Pusat Baru (Stasi Induk) untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Larantuka ditetapkan menjadi Stasi Induk dengan Pastor Paroki Rm. J.P.N Sanders, Pr dan Larantuka menjadi Stasi ke 8 (delapan) dalam wilayah Vikariat Apostolik Batavia dengan urutan: Batavia, Semarang, Ambarawa, Yogyakarta, Surabaya, Padang, Sungai Selan di Pulau Bangka dan Larantuka untuk wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Pada masa Pastor Paroki ini, Gereja belum berhasil didirikan oleh karen kendala kesehatan yang diderita oleh Rm. Sanders, Pr dan konsentrasi lebih diarahkan untuk pembenahan iman dan hal lainnya.
Gereja baru dibangun oleh penggantinya, Rm. Gaspar Jean Hubert Franssen, SJ dalam kerjasama dengan Rm. Gregoris Metz, SJ yang sedang membantu untuk mengambil alih tugas pelayanan umat, dengan lokasi Posto (Postu, Portugal = Kota). Gereja ini (yang disatukan dengan sekolah darurat dan gedung perbekalan) kemudian diberkati oleh Rm. G.J.H Franssen, SJ pada tanggal 20 April 1862 dengan nama pelindung Sanctissima/San Trinidade/Tri Tunggal Maha Kudus.
Setelah digantinya Pater G Metz,
SJ dengan Pater J. Kraaivanger, SJ sebagai pastor kepala (1879-1881), mulai
dibuat gagasan “pemisahan gedung gereja dari gedung sekolah”, dengan upaya
mendapatkan bidang tanah arah barat gereja/sekolah yang ada. Untuk memenuhi
kebutuhan akan gedung gereja yang lebih luas dan tahan lama. Ide ini kemudian
pelan-pelan diwujudkan oleh Pastor Kepala Pater Cornelius Hendrikus Antonius
Ten Brink, SJ (1881-1890) yang meninggal 23 Agustus 1890 dan dikuburkan di
Pekuburan Katolik Larantuka.
Usaha untuk memperoleh bahan tahan lamapun dimulai. Setelah beberapa kali mengalami kegagalan, maka dibuatlah Novena singkat kepada Bunda Reinha Rosari, pelindung umat di Larantuka. Permintaan dikabulkan. Tanggal 13 September 1885, dua kapal layar Claus dan Californie dari Perusahaan Pelayaran Java-China-Japan Lyin, berlabuh, membongkar bahan bangunan (utama rangka Besi). Tanggal 1 Oktober 1885, secara resmi Pater Ten Brink, SJ meletakan Batu Pertama pembangunan Gereja. Pembangunan Gedung Gereja di laksanakan oleh 4 orang Bruder; Br. Adrianus van Hoek, Br. H. Adan, Br. J.M Zinken dan Br. W. Boesch sebagai pimpinan bagi para tukang dan murid sekolah pertukangan. Tanggal 6 Novemver 1885, dipasang Candi (stupa) dan Salib Puncak.
Usaha untuk memperoleh bahan tahan lamapun dimulai. Setelah beberapa kali mengalami kegagalan, maka dibuatlah Novena singkat kepada Bunda Reinha Rosari, pelindung umat di Larantuka. Permintaan dikabulkan. Tanggal 13 September 1885, dua kapal layar Claus dan Californie dari Perusahaan Pelayaran Java-China-Japan Lyin, berlabuh, membongkar bahan bangunan (utama rangka Besi). Tanggal 1 Oktober 1885, secara resmi Pater Ten Brink, SJ meletakan Batu Pertama pembangunan Gereja. Pembangunan Gedung Gereja di laksanakan oleh 4 orang Bruder; Br. Adrianus van Hoek, Br. H. Adan, Br. J.M Zinken dan Br. W. Boesch sebagai pimpinan bagi para tukang dan murid sekolah pertukangan. Tanggal 6 Novemver 1885, dipasang Candi (stupa) dan Salib Puncak.
Tepat 23 April 1886 dalam
seremoni istimewa, Gedung gereja (gedung rangka Besi beratap Rumput Ilalang
dengan dinding anyaman Bambu) ini diberkat dan ditahbiskan dengan mulya oleh
Vikaris Apostolik Batavia Mgr. A. C Claesens, Pr dan diberi hak sebagai Gereja
yang suci dengan nama Pelindung Reinha Rosari. Pemberian nama ini merupakan
ungkapan terima kasih atas bantuan dan perlindungan Bunda Reinha Rosari.
Setahun kemudian, pada tanggal 8 September 1887, pernyataan syukur dalam iman itu, telah diperkuat dengan upacara Penyerahan Kekuasaan Kerajaan Kepada Bunda Maria. Semenjak itu, tampuk kekuasaan (Ratu) Kerajaan dan masyarakat Larantuka beralih kepada Bunda Maria. Hal ini sebenarnya mengulangi dan memperbaharui penyerahan yang pernah dilakukan di masa Raja Fransisco Ola Adobala sekitar tahun 1645/1646.
Setahun kemudian, pada tanggal 8 September 1887, pernyataan syukur dalam iman itu, telah diperkuat dengan upacara Penyerahan Kekuasaan Kerajaan Kepada Bunda Maria. Semenjak itu, tampuk kekuasaan (Ratu) Kerajaan dan masyarakat Larantuka beralih kepada Bunda Maria. Hal ini sebenarnya mengulangi dan memperbaharui penyerahan yang pernah dilakukan di masa Raja Fransisco Ola Adobala sekitar tahun 1645/1646.
Selama 4 tahun, Gereja induk
Reinha Rosari telah menjalani fungsinya sebagai pusat pelayanan iman bagi
masyarakat di “Tanah Misi” ini. Namun kemudian muncul kejadian yang tragis.
Tanggal 3 November 1901, “Gereja Besi” terbakar. Atap, dinding dan rangka kayu
ludes dimakan si jago merah, menyisahkan rangka besi yang tetap utuh-kokoh
berdiri. Kondisi ini, lantas tidak menyurutkan semangat para imam dan
masyarakat untuk memperbaiki.
Tercatat, masa perbaikan Gereja
Besi ini berjalan lambat (1902-1909) terutama untuk mengganti rangka kayu, atap
dan dinding. Justru di periode inilah partisipasi dan sumbangsih masyarakat
sangat dominan. Bata untuk dinding ukuran khusus 15 x 6 x 3 cm serta jubin Bata
untuk lantai, dikerjakan sendiri oleh umat di Tanah Merah (Wureh). Semua tenaga
pembantu termasuk pelaburan, melukis, menghias dinding dan ukiran kayu,
dilakukan sendiri oleh umat dibawah pengawasan para Bruder SJ dan sekolah
Tukang.
Dalam perkembangan, oleh karena
semakin bertambahnya jumlah umat, maka (1961) diadakan perluasan dengan
menambah sayap Utara dan Selatan masing-masing 12 M sepanjang gereja yang ada
dengan arsitek Pater Florente Llames, SVD dan dikerjakan oleh Pertukangan St,
Yusuf. Selanjutnya, dalam kerangka untuk meningkatkan status sebagai Bassilica
Minor, maka Mgr. Darius Ngawa, SVD memutuskan untuk perlu memperluas Gereja
Reinha Rosari. Tepat tanggal 24 Juni 1984 dimulai pekerjaan dengan pimpinan
Bruder Hugo Hoing, SVD dengan tenaga tukang dari Perbengkelan St. Yusuf dan
bantuan dari umat Paroki Reinha Rosari Larantuka. Pemugaran dilaksanakan dengan
konsep tetap mempertahankan bentuk lama dengan memperluas kedua bagian sayap
menjadi 12 x 16 M; bagian Sakristi diperluas dengan penambahan panjang.
Pekerjaan ini selesai tanggal 1 Juli 1986, kemudian diserahkan kepada Paroki
Reinha Rosari Larantuka untuk penataan halaman dan penggunaan selanjutnya.
Berdasarkan keputusan Uskup Mgr.
Darius Nggawa, SVD tanggal 22 Austus 1986, Paroki Reinha Rosari Larantuka
ditetapkan menjadi Paroki Katedral Reinha Rosari Larantuka. Dengan konsekuensi,
paroki ini merupakan Paroki Pusat di Keuskupan Larantuka, Paroki panutan sekaligus
Paroki cermin bagi seluruh kehidupan Keuskupan. Puncaknya tanggal 7 Oktoer 1986
dilakukan Konsekrasi Gereja Katedral dan Ekaristi Suci 100 tahun Gereja
Katedral. Sumber : http://derosaryebed.blogspot.co.id/
Berikut foto yang saya ambil ketika sedang berlibur di kampung halaman tercinta, semoga bisa menjadi salah satu tujuan wisata religy buat semua teman-teman yang beragama katolik.
Berikut foto yang saya ambil ketika sedang berlibur di kampung halaman tercinta, semoga bisa menjadi salah satu tujuan wisata religy buat semua teman-teman yang beragama katolik.